Semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap prinsip kebelanjutan turut mendorong perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk gaya hidup. Salah satu manifestasi nyata dari perubahan ini adalah meningkatnya minat masyarakat terhadap produk-produk fashion ramah lingkungan.
Tren ini pun kemudian melahirkan inovasi baru dalam dunia batik, yaitu batik ecoprint, batik kontemporer yang menambah khasanah batik etnik, selain batik tulis dan batik cap.
Ecoprint berasal dari kata eco atau ekosistem yang berarti alam dan print yang artinya mencetak. Maka sesuai namanya, batik ecoprint dibuat dengan cara mencetak bahan-bahan yang ada di alam sekitar menjadi kain, pewarna, dan juga pola motif.
Tidak seperti batik tulis atau cap yang pada tahap tertentu menggunakan bahan kimia, ecoprint menggunakan 100 persen unsur-unsur alami tanpa bahan sintetis atau kimia. Bahan yang digunakan berupa getah dedaunan, bunga, batang bahkan ranting. Karena itulah batik ini sangat ramah lingkungan dan tidak menimbulkan pencemaran baik bagi air, tanah, atau udara.
Dikutip dari situs resmi Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian LHK, proses pembuatan batik ecoprint terbagi dalam beberapa tahap. Mulai dari penyiapan alat dan bahan, perlakuan pada kain yang akan diberi gambar, perlakuan pada dedaunan yang akan dijadikan pola dan pemberi warna, pengukusan kain hingga proses penjemuran.
Pada tahap persiapan, diperlukan berbagai bahan antara lain kain dengan serat alami seperti katun, sutera, atau kanvas, plastik untuk membungkus, daun-daunan, campuran air tawas, larutan cuka (cuka biang 70%), pipa PVC 1,5 inchi sepanjang 1 m, tali jenis plastik dan panci untuk mengukus.
Langkah selanjutnya adalah merendam kain dengan air tawas selama satu hari. Tujuannya adalah untuk membuang lilin yang terkandung pada kain. Kemudian secara terpisah, rendam daun dalam larutan cuka agar zat warna daun keluar secara maksimal.
Bentangkan kain yang sudah direndam di atas alas lalu tempelkan daun-daunan sesuai dengan keinginan. Setelah itu gulung kain tersebut dengan pipa paralon lalu ikat dengan tali.
Langkah berikutnya adalah mengukus kain tersebut selama 2 jam. Setelah selesai proses pengukusan, angkat, dan bentangkan kembali kain, lepaskan daun secara perlahan, dan yang terakhir jemur kain ecoprint hingga kering.
Selain sifatnya yang ramah lingkungan, Ditjen Vokasi Kemendikbud mencatat, teknik ecoprint memiliki keunggulan lain yaitu dalam hal motif. Menurut Kemendikbud, batik ecoprint menghasilkan motif yang unik dan organik.
Sebab, proses pencetakan dan pewarnaan yang menggunakan dedaunan dan bahan alami lainnya menjadikan setiap batik ecoprint memiliki motif yang tidak dapat direplikasi secara persis.
Selain itu, batik ecoprint biasanya juga menggunakan kain dari bahan alami, seperti kain katun atau sutra organik, yang diproses dengan cara yang ramah lingkungan. Bahan-bahan alami ini dapat diperbarui dan berkelanjutan, sehingga meminimalkan penggunaan bahan-bahan sintetis dan juga mempromosikan siklus produksi yang lebih berkelanjutan.
Penggunaan kain yang berasal dari serat alam ini pun membuat batik ecoprint nyaman dipakai. Selain bisa menyerap keringat, batik ecoprint juga dianggap lebih aman dan ramah terhadap kulit sensitif karena tidak menggunakan pewarna sintetis yang terkadang bisa membuat alergi dan iritasi.
Bagaimana Ladies, kamu sudah melengkapi wardrobemu dengan koleksi batik ecoprint?